FILOSOFI DAYAK DAN KERJA KERAS
FILOSOFI DAYAK DAN
KERJA KERAS
Stereotype
mengenai suku dayak sering kali kita dengar misal; suku terbelakang, punya
ekor, kanibal, kulitnya hitam-hitam dan pemalas – namanya juga stereotype pasti
sering tidak benarnya bukan??. Kali ini di blog pertama saya mengenai “Dayak”,
saya mau mengupas mengenai filosofi dayak tentang kerja keras. Apakah memang
orang-orang dayak adalah suku pemalas yang tidak bisa berjuang dan kalah dengan
para pendatang??
Yok
mari saya akan coba kemukakan pandangan dan beberapa pengalaman yang pernah
saya alami.
Suku Dayak Tidak mengenal “short cut” untuk
mencari rezeki
Suku
dayak dikenal dengan “mistiknya” tetapi tidak ada satupun didalam ilmu-ilmu
mistik asli dayak yang digunakan untuk “ngalap berkah” atau dapatin “easy
money”. Contoh beberapa orang rela mengkoleksi senjata keris mahal yang
berkhodam dengan pamor tertentu agar sang pemilik diperlancar rezeki dan
usahanya. Nah berbeda dengan “Mandau” senjata yang umum dikenal sebagai senjata
dayak (walau masih banyak jenis senjata dayak yang lain), orang menyimpan
Mandau umumnya tidak punya tujuan untuk menarik rezeki atau semacamnya. tetapi
sebagai identitas kedayakannya. Kadang memang Mandau memiliki karisma tertentu,
apa lagi jika Mandau tersebut adalah Mandau tua yang pernah digunakan mengayau,
tetapi menariknya tidak pernah ada tujuan orang yang menyimpan Mandau digunakan
untuk menarik rezeki.
Mandau Koleksi
Penulis
Contoh
lain lagi, jika di tempat-tempat lain ada makhluk-makhluk astral yang
dipelihara bertujuan untuk mendapat uang dengan mudah misal; tuyul, kolor ijo,
jin, dsb.. mahluk-mahluk astral yang dikenal suku-suku dayak untuk dijadikan
sahabat, tidak pernah juga digunakan untuk mendapatkan berkah atau rezeki
secara instant. Beberapa mahluk astral yang dikenal dalam mithologi dayak
contohnya; Bahutai – mahluk seperti anjing besar yang digunakan untuk
melindungi pemiliknya dan menyerang orang-orang yang memiliki niat tidak baik
atas tuannya, atau juga “kamang/komang” – mahluk astral yang kadang bisa
bersifat jahat kadang bisa bersifat baik bagi manusia, ada beberapa kisah
ketika suatu kampung hendak diserang oleh para “asang” (perompak yang biasanya
juga akan memenggal kepala orang yang dijarahnya sebagai “trophy”) para
kamang/komang ini membantu penduduk kampung tersebut ketika dipanggil, biasanya
dengan ritual tertentu.
Acara Aruh Ganal –
Dayak Meratus untuk mensyukuri hasil panen
Didaerah
lain ada ilmu atau ritual tertentu untuk mendapat uang dengan cepat seperti;
bertapa di gunung kawi, babi ngepet, dll. Ilmu kebatinan dayak tidak juga
digunakan untuk mendapat berkah atau kekayaan secara instant. Misal “kuyang” –
sejenis vampire dayak (saya pernah menulis ini dalam blog lain mengenai kuyang dan vampire) orang-orang yang memiliki kemampuan ini tidak
bertujuan untuk mendapat rezeki, bahkan beberapa bahkan menderita – saya
sendiri kenal orang yang memiliki kemampuan ini namun hidupnya bukan hidup yang
berkelimpahan justru keadaan ekonominya sangat sederhana. Kebanyakan ilmu-ilmu
dayak bertujuan untuk mengobati, memperkuat diri, membantu ketika
perang/berkelahi, menyerang musuh tetapi tidak untuk mendapatkan “short cut”
didalam berusaha.
MAMUT MENTENG UREH MAMEH
Slogan
ini adalah slogan zaman dahulu orang dayak ngaju, arti harfiahnya ialah:
mamut menteng bisa diterjemahkan pemberani / gagah perkasa,
kalau ureh artinya cekatan dan nekat
sedangkan mameh arti harfiahnya ialah bodoh yang berarti kadang kurang perhitungan tidak mikir kedepan.
mamut menteng bisa diterjemahkan pemberani / gagah perkasa,
kalau ureh artinya cekatan dan nekat
sedangkan mameh arti harfiahnya ialah bodoh yang berarti kadang kurang perhitungan tidak mikir kedepan.
Dahulu
memang orang dayak dikenal beberapa kali menenggelamkan kapal-kapal pedagang
cina dan menjarahnya(ada sejarahnya memang pernah ada ketidak sukaan
orang-orang dayak dengan orang china pada zaman dahulu – nanti kita akan bahas
pada tulisan lain), beberapa juga menjadi perompak misal dayak laut/dayak iban
beberapa dikenal sebagai perompak kenamaan. Dari semua sub suku dayak ada satu
yang menjadi benang merah adalah yang paling utama “Keberanian dan Gagah
Perkasanya” ini dapat dilihat dari beberap budaya kayau – memenggal kepala
musuh sebagi bentuk kesaktian dan kehebatan orang tersebut (walau ada beberapa
tujuan lain missal ritual – kita akan bahas lain kali juga).
Dalam
catatan kapten David Beeckman – pedagang inggris pada abad ke-17 ia menuliskan
deskripsi tentang orang biaju – dayak ngaju sebagai orang yang memiliki postur
tubuh tinggi, kekar, garang dan pemalas. Tapi patut diingat bahwa kapten
beeckman hanya bertemu dalam waktu yang singkat dengan orang-orang dayak – pada
masa itu perdagangan dikalimantan Tengah/Selatan dimonopoli orang orang-orang
banjar. Orang-orang dayak tidak dapat berdagang secara langsung dengan pedagang
eropa/china – para pedagang banjar akan membeli barang-barang dari orang dayak
dengan harga murah, kemudian menjualkannya dengan harga tinggi kepada
pedagang-pedagang eropa. Disamping itu orang-orang banjar pada abad itu sering
menceritakan kebarbaran suku dayak sehingga tidak ada penjelajah luar yang
berani masuk kepedalaman Kalimantan Tengah. Ini juga mengapa pada masa itu
orang-orang ngaju umumnya hanya mampu menggunakan “upak nyamu” kulit kayu
sebagai baju karena terisolirnya daerah-daerah dipedalaman Kalimantan dan
dimonopolinya perdagangan dengan dunia luar. Ini pada akhirnya memicu
peperangan antara Dayak Ngaju dan Banjar pada abad ke -17 setelah sultan banjar
mengenakan pajak kepada orang-orang dayak.
Kakek
ku pernah bercerita tentang peperangan antara dayak dan banjar, awalnya saya
tidak begitu percaya karena kita sering mengetahui adanya kerja sama dayak dan
banjar menyerang belanda. Tetapi ternyata ada sejarah kelam yang pernah dialami
yang memang kemudian ada suatu perdamaian diantara kedua suku ini. Pandangan
saya, perampokan ini terjadi tidak lepas dari susahnya keadaan orang-orang
dayak yang ada hulu sungai karena tidak ada perputaran ekonomi dan adanya
monopoli oleh kesultanan banjar.
Intinya
adalah orang-orang dayak memiliki budaya “pemberani” tidak takut akan
tantangan, berani mencoba – walau kadang tanpa pikir panjang.
KEBIASAAN BERLADANG ORANG DAYAK
Sejak zaman SD kita dicekoki bahwa suku-suku asli ini yang merusak hutan dengan lading berpindah- ternyata itu salah. Orang-orang dayak cekatan dalam membuka lahan hutan untuk berladang namun tidak merusak alam – ini ditulis oleh peneliti botani inggris pada abad 17 – menurut catatannya lahan bekas pembukaan ladang oleh orang dayak justru menjadi hutan sekunder yang lebih lebat dari pada hutan primernya.
Sejak zaman SD kita dicekoki bahwa suku-suku asli ini yang merusak hutan dengan lading berpindah- ternyata itu salah. Orang-orang dayak cekatan dalam membuka lahan hutan untuk berladang namun tidak merusak alam – ini ditulis oleh peneliti botani inggris pada abad 17 – menurut catatannya lahan bekas pembukaan ladang oleh orang dayak justru menjadi hutan sekunder yang lebih lebat dari pada hutan primernya.
Saya
ketika SMA pernah menjelajah kehutan bersama teman-teman, beberap kilo saja
sangat “menyengsarakan” bahkan beberapa kali terjatuh dan masuk kedalam tanah
lembek sepinggang – bisa dibayangkan pada zaman dahulu usaha untuk membuka
lahan/ladang seperti apa?? Orang dayak mengenal dimana lahan yang bisa
digunakan untuk berladang ada yang merupakan lahan adat. Orang tidak boleh
sembarangan mengolah hutan disana – orang dayak kenyah menyebutnya tanah ulen
kalau dayak ngaju menyebutnya “pahewan”
Jika
saya bisa saya simpulkan mengenai filosfi dayak tentang kerja keras:
1. Dayak tidak mengenal “short cut” didalam berusaha justru sangat giat untuk bekerja keras dan giat.
2. Orang-orang dayak adalah orang-orang yang berani dan cekatan untuk menghadapi tantangang walau kadang cenderung kurang perhitungan (pada masa itu adalah untuk berkelahi dan berperang)
3. Orang-orang dayak berusaha cenderung untuk memperhatikan keadaan alam dan tidak mengambil lebih dari yang dibutuhkan
1. Dayak tidak mengenal “short cut” didalam berusaha justru sangat giat untuk bekerja keras dan giat.
2. Orang-orang dayak adalah orang-orang yang berani dan cekatan untuk menghadapi tantangang walau kadang cenderung kurang perhitungan (pada masa itu adalah untuk berkelahi dan berperang)
3. Orang-orang dayak berusaha cenderung untuk memperhatikan keadaan alam dan tidak mengambil lebih dari yang dibutuhkan
Lalu
pertanyaan yang muncul kenapa orang dayak sepertinya kalah bersaing dengan para
pendatang di Kalimantan??
Seperti
yang sudah saya paparkan diatas orang dayak cenderung tidak mengambil short cut didalam mencari keuntungan, walaupun orang
dayak adalah penduduk asli, orang dayak sangat welcome dengan pendatang dan
tidak memanfaatkan “kepribumiannya” misal dengan menjadi preman dsb.. sangat
jarang kita temukan kelompok dayak yang menjadi preman dan melakukan pemalakan
– walau tentu ada ormas-ormas yang mengatasnamakan dayak yang melakukan ini
yang kebanyakan kepengurusannya bukan orang dayak.
Apakah
kita kalah saing? Jawabannya tidak – saya pernah bekerja dengan seorang
singapura yang memuji keuletan orang-orang dayak yang bekerja, bahkan kalau
kita runut sejarah ketika belanda melakukan ekspedisi ke Papua mendaki
pegunungan Jaya Wijaya, orang dayak lah yang digunakan karena kemampuannya dan
“endurance” menghadapi rintangan alam.
Ekspedisi Dayak Ke
Papua
Apa
yang terjadi sekarang ialah bergesernya nilai-nilai kejuangan, saya ingat kisah
kakek nenek dan orang tua saya dahulu ketika mereka harus sekolah, mereka
berusaha dengan segenap tenaga – zaman dahulu tidak ada kiriman bulanan – yang
ada modal nekad. Ini cerita alm. Ayah saya yang berkuliah di Jakarta waktu
dahulu. Selain itu terlalu asik dengan “zona nyaman” – beberapa anggapan cukup
bisa makan tiap hari, punya lahan karet atau sawit ya cukup saja.. sedangkan
para pendatang ini yang merantau kekalimantan datang dalam keadaan susah tanpa
sanak keluarga, tanpa tempat tinggal maka mereka ditempa keadaan untuk menjadi
ulet.
Orang
menjadi ulet dan gesit ketika hidupnya dihimpit dan mengalami kesusahan atau
ada satu tekad untuk maju, ambil contoh jepang pra – istorasi meiji, Jepang
menutup dirinya dari bangsa lain (walau ada sejarah kelam mengenai ini yang
mungkin lain kali bisa dibahas) namun muncul suatu keigininan untuk maju. Dayak
juga butuh restorasi – disini biacara tentang dibutuhkan orang-orang muda dayak
yang punya visi untuk maju. Saya mengutip kata-kata Ahok – Wagup DKI- Orang
Miskin Jangan melawan orang kaya, orang kaya jangan melawan pemerintah – Jika
ingin mengubah keadaan “utus itah” maka kita harus terjun di bidang
masing-masing. Jika ingin mengubah keadaan pemerintahan daerah maka kita tidak
bisa berada diluar loop itu dan hanya menggerutu kita harus jadi bagian loop
pemerintahan, kalau mau mengubah keadaan masayarakat maka kita harus terjun
secara langsung. Kita tidak kekurangan orang-orang yang pintar dan ulet
bekerja.. tetapi kita kekurangan orang yang punya visi dan yang melakukan visi
itu. Zaman kayau sudah berlalu, sekarang musuh kita bukan lagi kayau dan
penjajahan asing tetapi sesama kita dan “zona nyaman”.
Komentar
Posting Komentar